Program penggunaan bensin campur etanol atau E10 (etanol 10 persen) menjadi salah satu langkah pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan menekan emisi karbon. Namun, meski sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu, penerapan bahan bakar campuran ini masih menghadapi banyak kendala di Indonesia. Tantangan tersebut muncul dari sisi teknis, ekonomi, hingga regulasi yang belum sepenuhnya mendukung.
Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan infrastruktur pendukung. Distribusi dan penyimpanan bahan bakar dengan campuran etanol memerlukan fasilitas khusus agar tidak menimbulkan kontaminasi dan penurunan kualitas bahan bakar. Banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) belum memiliki sarana penyimpanan dan distribusi yang sesuai standar untuk etanol, sehingga implementasinya belum dapat berjalan secara merata di seluruh wilayah.
Dari sisi pasokan, ketersediaan etanol sebagai bahan campuran juga masih menjadi tantangan. Produksi etanol di dalam negeri sebagian besar berasal dari tebu dan singkong, yang pasokannya tidak selalu stabil. Ketergantungan pada bahan baku pertanian membuat harga etanol fluktuatif dan sering kali lebih mahal dibandingkan bensin murni. Kondisi ini membuat campuran etanol 10 persen belum kompetitif secara ekonomi di pasar bahan bakar nasional.
Selain itu, biaya produksi yang tinggi turut menjadi penghambat. Untuk menghasilkan etanol berkualitas tinggi yang sesuai standar bahan bakar, diperlukan teknologi pemrosesan modern dan investasi besar dalam pabrik pengolahan bioetanol. Beberapa investor masih ragu untuk berpartisipasi karena belum adanya jaminan pasar yang kuat dan kebijakan harga yang menarik.
Baca juga: Rupiah Kembali Melemah, Sentuh Rp16.587 per Dolar AS
Dari sisi teknis, tidak semua kendaraan di Indonesia dirancang untuk menggunakan bensin dengan campuran etanol. Penggunaan bahan bakar E10 pada kendaraan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan korosi pada komponen mesin dan menurunkan performa. Diperlukan sosialisasi dan adaptasi teknologi agar masyarakat dapat beralih tanpa merusak kendaraan mereka.
Regulasi dan koordinasi antarinstansi juga menjadi faktor yang memperlambat penerapan program ini. Pemerintah telah menyusun peta jalan energi hijau, namun implementasi di lapangan sering kali terkendala oleh tumpang tindih kebijakan dan lambatnya penyesuaian regulasi di sektor energi dan industri otomotif.
Meski demikian, penerapan bensin campur etanol tetap menjadi arah penting bagi transisi energi di Indonesia. Dengan dukungan kebijakan yang lebih kuat, investasi di sektor bioetanol, dan kerja sama antara pemerintah serta swasta, hambatan tersebut dapat diatasi secara bertahap. Program ini berpotensi mengurangi impor minyak, meningkatkan ketahanan energi nasional, dan sekaligus mendukung target pengurangan emisi karbon menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Your passion for your subject matter shines through in every post. It’s clear that you genuinely care about sharing knowledge and making a positive impact on your readers. Kudos to you!